Tanjung Selor – Karakteristik Kurikulum Merdeka yaitu asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum berkontribusi positif dalam proses pemulihan pembelajaran (learning recovery) di Indonesia. Kesimpulan ini diambil setelah dua pengukuran berbeda yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan dan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) menemukan indikasi terjadinya learning recovery. Temuan ini dipaparkan dalam kegiatan Media Briefing bertajuk Build Back Better, Pemulihan Pembelajaran Paska Pandemi-19. Bupati Bulungan, Syarwani, Direktur Program INOVASI, Mark Heyward, dan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo hadir sebagai narasumber dalam kegiatan yang berlangsung di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu.
Syarwani mengatakan penggunaan karakteristik Kurikulum Merdeka telah membantu Bulungan menahan laju hilangnya pembelajaran (learning loss). Kesimpulan itu diambil setelah mengukur kemampuan membaca 16.757 murid SD di Bulungan pada tahun 2022. Hasil pengukuran tahun 2022, menunjukkan terjadinya learning loss, namun hasil 2022 masih di atas hasil pengukuran tahun 2017. Pemkab Bulungan sendiri sudah rutin melakukan pengukuran kemampuan membaca. Pengukuran itu dilakukan pada tahun 2017, 2019, dan 2022. Perbandingan tiga data ini menjadi dasar Pemkab Bulungan untuk menarik kesimpulan.
Lebih lanjut Bupati Syarwani mengatakan, kemampuan Bulungan menahan learning loss, menjadi modal untuk memperkuat program jangka panjang memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI). Program ini merupakan respon cepat Bupati Syarwani untuk menjawab instruksi Presiden Joko Widodo saat meresmikan KIHI pada 21 Desember 2021. Pada saat itu Presiden Joko Widodo meminta menteri, gubernur, dan bupati bergerak cepat untuk mempersiapkan SDM KIHI. KIHI merupakan Kawasan industri hijau terbesar di dunia yang dibangun di Tanah Kuning, Bulungan.
Bupati Syarwani mengatakan, proses learning recovery mendesak dilakukan untuk memastikan anak-anak Bulungan menguasai keterampilan literasi, numerasi, dan karakter. Ketiga keterampilan ini merupakan pondasi keterampilan abad 21 yang dibutuhkan untuk mengelola KIHI. Industri di kawasan ini membutuhkan tenaga kerja yang menguasai teknologi tinggi untuk mengelola industri petrochemical, electronic alumine, steel, new energy battery, industrial silicon, polycrystalline silicon, dan solar panel. Industri seperti ini hanya bisa dikelola oleh tenaga kerja yang memiliki keterampilan Abad 21.
Mark Heyward mengatakan temuan Pemkab Bulungan tidak jauh berbeda dengan hasil studi learning loss yang dilakukan INOVASI tahun 2023. Studi ini menunjukkan indikasi pemulihan hasil belajar literasi dan numerasi, yaitu setara dengan 2 bulan pembelajaran. Studi ini melibatkan 4.103 murid, 360 guru di 69 sekolah dari 7 kabupaten di 4 provinsi mitra Program INOVASI di Indonesia. Analisis studi ini menggunakan metode Item Response Theory (IRT), regresi OLS, serta pendapat ahli matematika dan Bahasa Indonesia untuk membandingkan data hasil belajar murid tahun 2020, 2021, dan 2022. INOVASI merupakan program kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia.
Lebih lanjut Mark mengatakan, studi ini juga menemukan penggunaan kurikulum yang disesuaikan (kurikulum darurat, kurikulum yang disederhanakan secara mandiri, dan kurikulum prototype) mampu mempercepat learning recovery setara 4 bulan. Guru memberikan tugas sesuai dengan kemampuan murid (pembelajaran terdiferensiasi) berkontribusi setara 3 bulan. Guru melakukan asesmen sebelum memulai materi baru berkontribusi setara 2 bulan.
Anindito Aditomo mengatakan dua pengukuran yang dilakukan Pemkab Bulungan dan INOVASI menjadi bukti keselarasan Kurikulum Merdeka dengan kebutuhan daerah dalam proses learning recovery. Ia senang karena kehadiran Kurikulum Merdeka disambut positif oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah tidak hanya berpartisipasi untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka, tetapi memanfaatkan kehadiran kurikulum merdeka sebagai terobosan untuk menjawab kebutuhan daerah.”Salah satu contoh daerah yang secara progresif menggunakan kurikulum merdeka itu adalah Kabupaten Bulungan. Saya berharap praktik baik dari Kabupaten Bulungan ini dapat dipelajari daerah lain di Indonesia, sehingga pendidikan kita bisa benar-benar pulih dari pandemi,” tegasnya. Praktik baik yang dicontohkan Kabupaten Bulungan juga membuktikan bahwa Kurikulum Merdeka dapat diterapkan di daerah dengan beragam kondisi.
Manfaat di Sekolah
Pengakuan kontribusi karakteristik Kurikulum Merdeka dalam proses percepatan learning recovery juga disampaikan Kepala SD Negeri 005 Tanjung Palas Timur, Ludiah Liling. Akibat penutupan penutupan sekolah yang berkepanjangan, banyak murid di sekolah ini yang mengalami learning loss. Ketika sekolah dibuka kembali, hanya 52 orang murid dari total 157 orang murid kelas awal (kelas 1 – 3 SD) yang lulus kompetensi literasi dasar yaitu mengenal huruf, suku kata, dan kata. 105 orang murid lainnya tidak lulus. Namun dalam waktu enam bulan, jumlah murid yang lulus kompetensi literasi dasar bertambah sebanyak 36 orang murid. Sehingga dalam satu semester sebanyak 88 orang (57 persen) murid kelas awal telah lulus kompetensi literasi dasar. “Pemulihan pembelajaran ini terjadi karena kami menerapkan Kurikulum Merdeka,” terang Ludiah.
Farah Nur Fatriah adalah salah satu murid yang mengalami perkembangan pesat. Ketika memulai pembelajaran pada Juli 2022, Farah hanya mampu mengenali beberapa huruf. Namun dalam waktu empat bulan saja, Farah sudah lancar membaca. Ia sudah mampu merangkai kata, kalimat, dan membunyikannya dengan tepat. Perkembangan Farah ini diperoleh dari hasil asesmen diagnostik kognitif yang dilakukan pada Oktober 2022.
Penutupan sekolah karena pandemi COVID-19 telah menyebabkan terjadinya learning loss. Satu generasi berpotensi mengalami kehilangan masa depan. Semua negara di dunia ini, sedang berlomba melawan waktu untuk mencari cara terbaik melakukan learning recovery. Ada konsekuensi ekonomi dan sosial besar yang akan ditanggung sebuah negara, jika gagal melakukan learning recovery dalam waktu cepat (*)