Tanjung Selor – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama unsur pimpinan dan anggota DPRD untuk membahas Surat Keputusan Tunjangan Penambahan Penghasilan (TPP) bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, Selasa (8/4/25).
Rapat dipimpin Ketua DPRD Kaltara, Achmad Djufrie, dihadiri oleh Pj. Sekretaris Daerah (Sekda), Assisten Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Inspektorat, Biro Hukum, BKAD, Biro Organisasi, Bappenda, dan Dinas Pendidikan (Disdik).
“Kami telah didatangi oleh perwakilan guru PPPK terkait insentif dan tunjangan penghasilan terhadap mereka. Untuk guru SMA, SMK dan SLB menjadi kewenangan provinsi, namun bagaimana dengan guru PAUD, SD, SMP terkait tunjangan dan insentifnya,” kata Achmad Djufrie.
Wakil Ketua I DPRD Kaltara, Muhammad Nasir mengatakan, dengan kebijakan efisiensi anggaran dari Presiden ini, ia pun berharap ada kebijakan pemerintah daerah yang membantu pendapatan guru dan Tenaga Kesehatan (Nakes) maupun PPPK.
“Apakah ada jalan yang bisa kita tempuh agar pendapatan para guru dan nakes tidak terlalu berdampak pada pendapatan nya. Misalnya, dibayarkan 50 persen dulu atau dalam jangka waktu 3 bulan dulu, jadi mereka tetap ada pendapatan,” harapnya.
Terkait permasalahan besaran TPP bagi PPPK ini, sebenarnya juga menjadi salah satu catatan dalam temuan dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
DPRD Kaltara pun berharap apa saja yang menjadi temuan dan rekomendasi BPK ini bisa disampaikan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar bisa mendapatkan perhatian untuk perbaikan.
“Seperti besaran TPP bagi PPPK, harus sesuai kemampuan daerah. Memang di PP Nomor 74 tahun 2017, kewenangan kepala daerah atas persetujuan DPRD menentukan anggaran yang di butuhkan Pemprov Kaltara. Tapi, dengan kondisi APBD saat ini yang mendapat pemotongan sebagai rasionalisasi, jangan sampai malah menjadi temuan BPK lagi,” terang Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltara, Syamsuddin Arfah.
“Kita perlu mempertimbangkan ulang besarnya TPP dan merevisi SK besaran TPP,” jelasnya.
Kepala BKAD, Denny Harianto yang hadir dalam RDP turut memberikan penjelasan TPP bukan merupakan hak ASN dan harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Sedangkan menurut PP Nomor 12 Tahun 2019, besaran TPP PPPK tidak sama dengan ASN.
Ia pun menerangkan, di awal PPPK bagi guru dan nakes, hanya disesuaikan aturan saat dan kelas jabatan belum ada. Dengan jumlah PPPK yang seluruhnya berjumlah 2.701 orang, kata dia sudah hampir membuat defisit anggaran.
“Kami sudah sampaikan kepada perwakilan guru PPPK, banyak urusan wajib bidang pendidikan tidak diakui karena anggaran kita berbasis kinerja,” tegasnya.
Selain itu, Denny mengungkapkan berdasarkan hasil Rakornas dengan Kemendagri terkait persiapan pendanaan pada pengangkatan PPPK paling lambat bulan Oktober dan untuk ASN paling lambat bulan Juli, dengan jumlah 2.701 orang.
“Pemberian insentif pada guru berdasarkan pada Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014. Jadi, kami juga sudah mempersiapkan pendanaan untuk membayar gaji pokok dan TPP yang besarannya telah disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah,” tandasnya.
Dalam RDP tersebut disimpulkan sejumlah hal yang menjadi penyelesaian permasalahan yang dibahas. Yakni berkaitan besaran TPP PPPK disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing. Rekomendasi BPK harus disampaikan kepada OPD terkait. PP Nomor 74 tahun 2017 menjadi kewenangan kepala daerah atas persetujuan DPRD dalam menentukan besarnya anggaran TPP. (hms)