Nunukan – Angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting di Indonesia masih sebesar 27,67%. Sedangkan angka prevalensi stunting yang ada di Kabupaten Nunukan di tahun 2019 di angka 27, 1 persen (2.732 balita) dan per 23 November 2022 prevelensi stunting berada di angka 16,6 persen (2.158) dengan jumlah balita yang di ukur 12.984 dari 18.919 dari (68,6 persen).
Ketua KPPS (Ketua Percepatan Penurunan Stunting) Kabupaten Nunukan H. Hanafiah optimis akan mencapai target yang ditetapkan oleh presiden Joko Widodo turun menjadi 14 persen di tahun 2024. Ungkapan tersebut disampaikannya pada saat sesi kedua dalam pemberian paparan semua ketua KPPS Kabupaten/Kota Se-kalimantan Timur dan Utara, (29/11) di ballroom hotel Novotel Balikpapan.
H. Hanafiah mengatakan, masih ada waktu kurang lebih dua tahun untuk berbuat sesuatu, tentunya dukungan, partisipasi, dan aksi dari berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, komunitas, dan individu kami butuhkan untuk ikut terlibat dalam komitmen percepatan penurunan stunting ini.
“Saya bersama Bupati Nunukan, akan membuat Peraturan Bupati (Perbup) yang nantinya memberikan perintah mulai dari Kepala OPD, kecamatan, kelurahan sampai ke kepala desa, menjadi bapak asuh anak stunting di kabupaten Nunukan sehingga target tersebut insyaallah bisa terwujud,” jelas Wabup Hanafiah.
Tidak sampai itu, Wabup H. Hanafiah juga mengatakan akan menggandeng lembaga-lembaga swasta, yang terhimpun dalam Forum Tanggung Jawab Perusahaan (TJSP) yang beroperasi di Kabupaten Nunukan sebanyak 51 perusahaan.
“Itu merupakan rencana aksi dalam jangka pendeknya, dan yang penting sebenarnya kata kuncinya bagaimana kita intervensi spesifik dan yang terpenting sebenarnya sekarang kita jangan pakai teori seperti memberi ikan kepada masyarakat akan tetapi kailnya, kalau tidak begitu pertanyaan sampai kapan stunting selesai”, katanya.
Disinilah pentingnya edukasi di tengah masyarakat kata Wabup Hanafiah, kalau di kota maju, masyarakat sadar dengan sendirinya, mengantar anaknya ke puskesmas atau tempat praktek ketika hamil, tidak perlu disuruh.
“Pengalaman kemarin sewaktu Covid, untuk mengejar target vaksinasi dilakukan pembagian sembako, ini berarti masyarakat kita manja, dan untuk stunting ini harus kita lakukan secara mendasar, perlu diberi sosialisasi sehingga mempunyai kesadaran untuk memeriksa dirinya dan balitanya di posyandu, intinya kita mempunyai komitmen yang tinggi ingin bagaimana persoalan stunting ini bisa mencegah bukan lagi mengobati,” jelas Wabup.
Untuk diketahui BKKBN sudah meluncurkan program siap nikah dan kedepannya calon pasangan usia subur atau calon pengantin harus mendaftarkan hari pernikahannya tiga bulan sebelumnya. Calon pengantin akan diminta untuk mengisi platform yang berisikan penilaian status gizi dan kesiapan untuk hamil guna mencegah stunting. Platform sedang disiapkan secara bersama-sama oleh BKKBN dan Kementerian Agama (Kemenag).
BKKBN tidak akan mempersulit dan menggagalkan orang menikah. Apabila ada yang tidak memenuhi syarat untuk hamil. Maka BKKBN tentu tidak melarang untuk menikah tetapi akan memberikan masukan dan saran-saran untuk tidak hamil dulu sebelum kesehatannya memenuhi syarat.(hms)